Sekitar 74.000 tahun yang lalu, sebuah supervolcano atau gunung api super meletus, membunuh 60 persen penghuni Bumi dalam sekali waktu.
Supervolcano seperti itu sampai sekarang masih berpotensi untuk menimbulkan letusan dramatis yang bisa berpengaruh secara global. Namun penyebab pasti dari gunung-gunung bisa meletus begitu dashyat masih belum diketahui sepenuhnya.
Namun kini, berbekal jejak letusan purba tersebut, para ilmuwan berhasil mengungkap penyebab bencana alam yang mengerikan tersebut.
" Letusan super terbaru di Toba, yang terjadi 74.000 tahun yang lalu, dianggap sebagai letusan gunung berapi terbesar di jagat raya dari Era Pleistosen," kata para peneliti.
" Letusan tersebut memuntahkan material bervolume raksasa, seperti batu-batu padat yang diperkirakan memiliki ukuran volume 2.800 sampai 5.300 kilometer kubik," tambah Koulakov.
Rahasia di Bawah Danau Toba
Koulakov dan timnya ingin mencari tahu mengapa gunung api super bisa mengeluarkan material berukuran raksasa. Selain itu, mereka juga ingin mengetahui mengapa ada jeda yang lama di antara letusan gunung api super itu.
Untuk mempelajari cara kerja gunung berapi ini, Koulakov dan timnya mengembangkan model berdasarkan data seismik.
Menggunakan model tersebut, mereka menemukan bahwa supervolcano dikendalikan oleh waduk magma yang sangat besar.
Waduk ini menjaga magma tersimpan jauh di bawah kerak tebal sampai tekanan cukup untuk menciptakan letusan yang sangat dahsyat.
Proses Letusan Dahsyat
Melalui model yang dibuat, Koulakov memperlihatkan sistem kanal magma yang rumit dan bertingkat-tingkat hingga kedalaman lebih dari 150 kilometer. Di kedalaman tersebut, gas dan lelehan dasar lainnya dihasilkan.
Gas dan lelehan tersebut kemudian naik sampai pada kedalaman 75 km dan menciptakan waduk magma yang sangat besar.
Dan ketika mencapai tekanan kritis yang disebabkan gas dan lelehan yang terperangkap, waduk mulai dikosongkan dan magma dalam jumlah besar akan naik melalui kerak.
Toba bukan satu-satunya supervolcano di mana waduk magma telah ditemukan di bawahnya. Struktur yang sama juga ditemukan di bawah Yellowstone, Amerika Serikat.
Sumber: Dailymail